Detik-detik Kejahilan

Penulis : Tasya Kahirinnisa

Di sudut sebuah ruangan yang berukuran besar, terlihat di salah satu sudut ruangan terdapat seorang gadis berparas manis tengah duduk  dalam diam. Gadis tersebut masih bingung memikirkan bahwa semua tentang hal yang terjadi, merupakan skenario tuhan. Namun, ia  merasa bahwa ini semua tidaklah nyata. Gadis tersebut masih saja beranggapan bahwa ini hanyalah mimpi belaka. Akan tetapi, ia hanyalah mempunyai keinginan namun keadaan punya keadaan .

Semuanya berawal ketika ia mulai beranjak remaja.

Ketika itu, seorang yang bernama Gincha Pramestia Auliakini telah duduk di bangku sekolah menengah pertama swasta sebuah pondok pesantren terbaik di Aceh. Kini pemilik nama Gincha Premestia Aulia itu telah menginjak umur angka lima belas. Pondok  pesantren Gincha punya segala hal yang terbaik untuknya. Hanya saja ia, tidak pernah menyadarinya.

“Kak….” Terdengar suara seseorang dari arah seberang handphone genggam milik bagian kantin. Seketika membubarkan lamunan Gincha. “Hah mama bilang apa barusan?” Jawab Gincha

“Pokoknya gak ada pulang-pulang lagi, kakak itu uda gede, uda kelas Sembilan gak kecil lagi. Terus, kalo nilai kakak keganggu gimana. Pun kakak gak mikir kalo…….”

“Iya, iya ini juga lagi dipikirin” potong gincha cepat sebelum mamanya lanjut memarahinya.

“Intinya gak ada yang pulang-pulang titik.” Tut tut tut… suara handphone  bertanda sudah terputus. Setelah aku mengakhiri pembicaraan itu dengan salam yang tak terbalas. Sepersekian detik setelah itu Gincha telah mengembalikan handphone itu kepada ustadzah yang berjaga, kemudian diberikan kepada antrian setelahnya. Orang tersebut menekan-nekan benda canggih yang ada digenggamanya itu untuk menghubungi orang yang akan diajak bicara.

“Yuk, balik” lirih Gincha pelan namun tegas. Jiwa-jiwa tomboynya yang terpancar jelas dari seorang Gincha. Namun, akan sangat lembut bagaikan kapas jika bersama keluarga dan teman-temannya. “Udah telfonanya?” balas Ria dengan ciri khas logat pulaunya  yang begitu kental. Seseorang yang dipamggil Ria, berprmilikan nama asli Aria Sukmana itu salah satu teman baikku yang berasal dari pulau banyak. Walaupun disaat pembagian otak Ria tidak datang, bisa dibilang o2+n ataupun “Oon.” Walaupun sering sekali menyebalkan dengan tingkahnya yang sangatlah aneh. “Yaudah balek yuk?” Balas gincha cepat. Belum sampai kami mengijakkan kaki di asrama untuk rebahan, Gincha terfokuskan dengan seorang adek kelas yang menurutnya gak ada akhlak tak tau diri dan gak pernah bersikap rendah hati dan gak pernah memakai adabnya kepada seluruh kakak kelas yang ada di pesantren. Sehingga terlintas sebuah pikiran licik dari pikiran Gincha dan Ria. Gincha menoleh ke arah Ria dengan senyuman miring miliknya. “Jangan bilang apa yang ada dipikiran gue sekarang ada dipikiranlo.” Balas Ria dengan tawa ringannya setelah dibalas tawa keras dari Gincha “Gaskan…” Sorak gincha dan Ria secara bersamaan. Tak butuh waktu lama, Gincha mencari pulpen yang biasanya ada pada teman-teman rajin yang selalu membawa alat tulis kemanapun mereka pergi. Sedangkan Ria mencari-cari kertas sampah apa saja, asalkan bisa untuk menulis. Secepat kilat Gincha menulis sebuah kalimat diatas secarik kertas bertuliskan (Saya orang gila, jangan dekati saya!) Dengan emoji tertawa dengan lidah yang dikeluarkan. Dengan bantuan jarum pintul, kedua gadis itu mengkaitkanya pada jilbab adek kelas yang tak tahu diri itu. Sehingga nengundang gelagak tawa bagi siapa saja yang membacanya. Ditambah lagi wajah linglung darinya yang tidak tau apa-apa, semakin menggelitik perut. Perlahan namun pasti. Gincha dan Ria memotong jalan orang  itu sebelum ia menyadarinya. “ffffrufffh……hahaha.” Suara gelagak tawa Gincha yang begitu keras sehingga Ria tidak dapat menahan tawanya juga. “Hahahaha tahu rasa tuh anak, siapa suruh ganggu kita, toss lu!” Balas Ria, membuat siapa saja yang mendengarnya akan ikut tertawa bersama. Mengingatkan Gincha dan Ria tentang apa yang dilakukan adek kelasnya itu kepada mereka. Sebut saja namanya Risa. Saat itu Risa ingin mengambil air wudhu di kamar mandi belakang. Tanpa sengaja, Risa melihat Gincha, Ria dan teman-teman sekelasnya yang sedang mandi pada malam hari didalam kamar mandi yang sama. Kebetulan hal itu merupakan hal yang dilarang oleh bagian keamanan. Maka refleks Risa bergegas melaporkanya kepada ukhty bagian keamanan.Tidak butuh waktu lama, kamipun dihukum atas apa yang kami lakukan, dengan diberdirikan ditengah lapangan selama semalaman. Semenjak saat itu, Gincha, Ria dan teman-teman sekelasnya dendam pada Risa. Karena telah berani-beraninya mencari masalah kepada mereka. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12.56, disertai dengan suara azan Dzuhur, menandakan bahwa telah masuk waktu shalat Dzuhur. “Cha, bangun! Bangun Gincha! Ntar lo telat lagi, emangnya lo mau berurusan sama uty amah,” paksa Ancy sambil menarik-narik pergelangan tangan Gincha dengan paksa. “Akhh..bentaran lagi napa sih, masih ngantuk nih!” Rayu Gincha. “Yaampun cha…udah telat lo ini cha, ntar lo telat lagi, lo mau kita dihukum lagi, gue mah ogah dijemur panas-panasan lagi ,’’

“Yaudah, duluan aja! Gausah sewot lo ah,diem.”

“Terserah lo dah, gue duluanya.”

Tanpa menoleh sedikitpun, Gincha kembali tertidur pulas . Dan ia melewatkan shalat Dzuhur di musholla.

“Gincha!” Suara panggilan absen dari ukhty bagian ibadah. ”Mana Gincha?” Timpalnya lagi. “Alpa, nanti suruh dia segera menghadap saya setelah shalat ashar. Seperti segembira anak TK yang mendapatkan permen, teman-teman gincha memberi tahu gadis itu bahwa ia harus berjaga-jaga, karena Gincha akan segera mendapat masalah .

“Rasain lo benerkan apa yang gue bilang!” Ocehan Ancy kepada Gincha .

“Ah.. Bodo amat, hukuman doang mah kecil.” Timpal Gincha sebelum Ancy akan berkata yang aneh-anah lagi. Belum lagi Ancy ingin melampiaskan kemarahanya kepada Gincha, namun saat melihat mulut Gincha terbuka akan melanjutkan kalimatnya. Maka Ancy mengurungkan niatnya dan memilih meninggalkan sahabatnya itu .

“Ck, bosan gue, gini-gini mulu hidup gue, gak ada special-specialnya.” Desahnya kesal.

“Terus cha mau lo apa?” Balas Atylia salah satu sahabat dekat Gincha.

“Aha… gue ada ide!” Teriak Gincha sehingga mengejutkan seseorang yang ada disebelahnya itu.

“ALLAHU AKBAR!! Ya Allah maha kaya, Gincha! Kaget gue pinter.”

“Hahaha.. Itu muka atau badut ,lucu banget tu muka! Hahaha…” bukanya meminta maaf, justru malah tertawa.

“Apain sih lo cha. Gak lucu tau. Buruan apa cita-cita lo?”

“Kabur!”

“Hah.. Apa kalian mau kabur!” Suara keras mengejutkan mereka. “jadi kalian mau kabur.. Hah! Berdiri sekarang ditengah lapangan!” Teriaknya lagi. Merekapun lari terbirit-birit ketakutan.

Sesampainya disana, “kalian dihukum! Memakai  jilbab merah plus membersihkan kamar mandi. Selama sebulan! Faham!”

“Iya, kami faham ukhty”

Semenjak saat itu, Gincha dan Atylia tidak pernah lagi melanggar peraturan.Mereka kapok akan hukuman, dan mulai memperbaiki diri .

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

4 Replies to “Detik-detik Kejahilan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *