Mengikhlaskan

Penulis : Aulia Soraya

Alana Cloretta, gadis berumur 14 tahun yang masih duduk di bangku SMP. Kehidupannya bersama keluarganya baik-baik saja penuh dengan kasih sayang. Perhatian serta kasih sayang yang selalu ia dapatkan dari kedua orang tuanya.

Saat ini alana baru saja pulang sekolah ia menenteng tas ransel kesayangnnya. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 seperti biasa selepas pulang sekolah ia akan langsung mandi dan bersih-bersih. Namun, lain halnya sekarang ia terlihat heran dengan keadaan rumahnya sekarang. Di ruang tengah sudah ada kedua orang tuanya yang sedang menunggunya pulang tak lupa dengan senyuman yang terbentuk dibibir kedua orang tuanya.

Alana disambut hangat oleh orang tuanya, senyuman alana memudar saat melihat ada satu buah koper yang sudah berisi penuh. Ia mengerutkan dahinya pertanda bahwa ia heran.

“Ma, pa, ini koper siapa?” Tanya alana pada keduanya. Setelah mendengar pertanyaan alana papanya berdiri dari duduknya dan menghampiri alana yang masih heran.

“Al, papa akan pergi ke rumah nenek. Bibi kamu masuk rumah sakit,” jelas papa alana singkat.“Hah? Kenapa bibi bisa masuk rumah sakit?” Tanya alana heran.

“Penyakit yang diderita bibi kamu kambuh lagi dan karena itu papa harus kesana menjenguk bibi, sekaligus menjaga nenek kamu selama bibi di rumah sakit. kapan lagi papa bisa menjaga nenek,” tambah papanya. Alana mengangguk menandakan setuju.

“Oh, gitu. Ya sudah papa hati-hati yah,” ucapnya. “Iya, Al juga baik-baik sama mama disini. Rajin belajar jangan suka bolos ya,” pesan papa alana padanya. “Iya pa.” Jawab alana. Setelah itu, papa alana pamit tak lupa alana memberi salam papanya. Papa alana mengelus lembut alana lalu berpindah menyambut tangan istrinya. Papa alana pergi sore itu juga.

Dua hari telah berlalu, alana menjalani hari-harinya seperti biasa. Setiap malam, papanya menelpon alana dan ibunya. Membicarakan hal-hal yang menurut mereka tidak penting namun tetap saja mereka bicarakan. Tak lupa mereka membicarakan keadaan bibinya juga.

Esok harinya, pagi-pagi sekali papa alana menelpon mereka dan menyuruh mama alana untuk menyusulnya ke rumah nenek pagi itu juga. Kata papa alana, penyakit yang diderita bibinya semakin parah. Dan alana dititipkan di rumah sepupunya, icha.

Alana tidak masalah dengan hal ini. Toh, ia juga sudah jarang bermain dengan sepupunya yang satu ini. Mama alana sudah berangkat dari tadi pagi. saat ini jam sudah menunjukkan pukul 19.00 ia sudah berada dirumah icha. Sekarang, mereka tengah menonton televisi bersama. bunda icha tengah keluar kota dan katanya akan kembali lusa.

“Al, tidur yuk,” ajak icha. Dari tadi icha sudah mengantuk hampir saja ia ketiduran. “Yuk, aku juga udah ngantuk,”jawab alana. Setelah itu icha dan alana beranjak dari tempat duduknya tak lupa alana mematikan televisi terlebih dahulu menggunakan remote. Mereka menuju kamar icha dan tidur berdua. Sebenarmya alana bisa saja tidur dikamar sebelah namun icha ingin alana tidur bersamanya. Kangen, katanya.

Disisi lain, papa dan mama alana sedang bersiap-siap untuk pulang dari rumah sakit. Tadi sore mereka baru saja memasukkan bibi alana ke ruangan ICU. Memang, kondisi bibi alana semakin memburuk dan harus dimasukkan ke ruang ICU. Mereka meninggalkan bibinya dengan anaknya fira. Suami bibi alana sudah tiada semenjak fira duduk dikelas sembilan dibangku SMP.

“Om pulang dulu ya ra,” pamit papa alana. Sebagai jawaban fira hanya mengangguk. Setelah itu, papa dan mama alana menuju rumah nenek.

Sesampainya disana mereka langsung membersihkan diri, tak lupa mereka melaksanakan sholat isya, tak lupa mereka mendoakan kondisi bibi alana agar membaik. Entah mengapa perasaan papa alana tidak baik-baik saja. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 22.00.

Terdengar deringan ponsel yang sedikit mengusik, dirasa penting oleh papa alana iapun mengangkat telpon tersebut. Ternyata yang menelponnya malam-malam begini adalah fira.

“Om, hiks!…hiks!..”Panggil fira di seberang sana.

“Iya, fira. Kenapa, ada apa dengan bunda kamu?” Jawab papa alana.

“Bunda om, hiks!.. Bund, b-bunda pergi ninggalin kita om,” lirihnya. Telponnyapun dimatikan sepihak oleh fira. Papa alana sangat terkejut dibangunkannya istrinya. Dan mereka bergegas untuk memberi tahu nenek alana. Setibanya papa alana, ia melihat ibunya masih belum tidur.

“Ibu kenapa belum tidur” ucap papa khawatir. “Aku tiba-tiba kepikiran dengan kondisi kakakmu, nak.” Papa alan semakin khawatir untuk memberi tahu tentan hal itu. Namun apa boleh buat, bagaimanapun ibunya harus tahu bahwa anak perempuannya sudah meninggal dunia. “Ibu tahu tentang kisah nabi Ayyub yang terkena penyakit sehingga ditinggalkan istrinya seorang diri?” Kata papa. “Ya, tahu. Memangnya kenapa denga itu nak?” Jawab nenek. “Ia sungguh ikhlas dan tabahkan bu” ucap papalagi. “kamu kenapa membahas itu nak? Ada apa dengan kakakmu?” Tanya nenek khawatir.

Sejenak papa terdiam, “Tadi, aku ditelpon bu, kakak…. Meninggal bu” ucap papa. Nenek terkejut bahkan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Papa memeluk nenek, kemudian secara bersamaan istri papa alana datang. “Ibu..” Sambil menangis, “Kita ikhlasin sama-sama ya bu, Allah lebih sayang dengan kakak Bu..” Ucap Ibu alana.

Tok..tok..

Suara ketukan dari pintu Icha. Ia terbangun. Dilihatnya ibu sudah pulang. Wajah yang awalnya masih berantakan mendadak segar karena melihat ibunya datang. “Icha, kamu sudah bangun? Tolong kamu bangunkan Alana ya nak, kita ke rumah nenek sekarang.” Perintah ibu Icha. “Kok pergi malam-malam nda? Memangnya kita mau ngapain ke rumah nenek?” Jawab Icha. “Bibimu…” Jawab Ibunya tak sanggup “Bibimu, meninggal nak” samil menangis. Bahu tegap milik icha perlahan merosot lemah. Ia tertunduk lemas. “Maaf bunda…” Lirihnya. Kemudian ia membangunkan Alana, dan segera bergegas pergi ke rumah nenek.

Tepat pukul 01.00 dini hari mereka berangkat menuju rumah nenek. Tiga jam sudah berlalu mereka sampai pukul 04.00 pagi. “Al, kamu ikutin tante ya, gausah berhenti sebelum tante berhenti, oke!” Perintah Ibu, pada Alana. Mereka masuk ke dalam rumah. Perlahan, mereka mendapat sudah banyak orang di sana. Di suatu ruangan ia melihat seorangterbaring lemah. Namun, ia tak berani berhenti. Dia memang anak yang penurut sama seperti papanya.

Bumi ini seakan tak berfungsi bersamaan dengan paru-paru yang bekerja sama dengan udara. Sungguh ini adalah pemandangan paling buruk yang pernah ia lihatselama di dunia ini. Tepat dipelukan neneknya, papanya menghembuskan nafas untuk yang terakhir. Setelah bibinya meninggal, papanya juga menyusul. Diduga papanya memiliki penyakit sesak nafas. Dari jauh mama Alana menghampiri anaknya tersebut. “Adek, alana kita kuat sama-sama ya… Mama sama alana juga harus bisa ikhlasin papa, Allah sayang sama papa” tangis ibunya sambil memeluk Alana dengan erat.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

15 Replies to “Mengikhlaskan”

  1. Ceritanya bagus dan sangat menyentuh. Alur cerita sedikit diperbaiki agar lebih menarik lagi. Semangat terus untuk berkarya. Mdh2an menjadi yg terbaik

Tinggalkan Balasan ke Sarmaita Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *