Keadilan tanpa Pengadilan

Penulis : Poppy Indria

Hai kenalin namaku allata mauretta sebastian. Aku adalah anak dari tuan lordhan mauretta sebastian. Dan nyonya besar mauranie marviona ugraha. Aku memiliki saudara kembar bernama allan mauretta sebastian. Kami dulunya keluarga yang harmonis. Kami juga termasuk keluarga yang bisa dibilang peduli satu sama lain. Tapi skenario di mulai semenjak datangnya supir bus sekolah allata yang tinggal di rumah allata sejak tiga tahun lalu.

Di suatu pagi maura yang sedang memasak sup ikan di dapur, dan lordhan yang bersiap menuruni tangga menuju meja makan. Juga hendra yang sudah siap dari mandinya. Maura memanggil allata dan allan untuk turun dan sarapan pagi, “Allata, allan sarapannya sudah jadi!! Yuk makan!!” ujar  maura memanggil anak-anaknya mempersiapkan dan menghidangkan makanan yang telah rapi di atas meja makan. “Iya ma” sahut mereka serentak.

Ketika mereka sudah berada di meja makan, maura sedang mempersiapkan dan menyajikan makanan lordhan “Emm sepertinya ini sudah tiga tahun semenjak kejadian itu” ujar lordhan sambil menyuap sup kedalam mulutnya. “Ya kau benar ini sudah tiga tahun aku di sini bersama keluarga sebastian,” ujar hendra berhardik ngeri. “Apakah kau tidak melaporkan dirimu ke pihak yang berwajib?” Ujar lordhan santai.  “Hahaha!! Aku hanya bercanda kau tidak akan pergi ke jeruji besi karna hal itu, di keluarga  sebastian terhormat ini!!” Ujar lordhan tersenyum. Allata dan allan hanya saling bertatapan. Suasana kembali hening, “Maura!! Apakah kau ingin kusuapi, masakanmu sama setiap harinya sangat nikmat dan lezat aku sangat menikmatinya” ujar lordhan menatap maura. “Terima kasih tapi tak perlu menyuapiku sekarang. Kau bisa memberikannya kepada hendra.” Ujar maura menunjuk menggunakan dagu ke arah hendra. Maura kembali memecah hening suasana lagi. Ia merasa mual dan langsung menuju ke arah wastafel dan memuntahkan segala isi yang ada di perutnya. Dan kembali menuju meja makan lagi “Maaf membuat selera makan kalian menjadi jelek” ujar maura. Suasana kembali hening sejenak. “Aku ingin cerai” ucap maura tapi tak ditanggapi oleh lordhan “Aku ingin cerai” ujar maura lagi, dan lagi-lagi tak dihiraukan oleh lordhan. “Apakah kau mendengarkanku tuan Lordhan Mauretta Sebastin” ujar maura gemetar dan takut. “Apa yang kau katakan Maura? Itu tidak akan terjadi. Mungkin kau sangat letih sehingga kau mengatakan seperti itu setelah memasak” ujar lordhan santai dan lembut.

Suasana kembali hening lordhan pun beranjak dari meja mekan dan disusul oleh allata dan allan, bersama hendra. Maura langsung membereskan dan membersihkan meja makan dan meletakkan piring kotor ke wastafel. Pada saat itu suasana sangat hening dan sehingga allata yang sedang mencuci piring tidak sengaja sedikit mendengar pembicaraan antara lordhan dan hendra “Allata!! Ya kulihat dia semakin jago dalam bermain pianonya” ujar hendra memecah hening suasana di ruang tamu “Hahaha! Ya kau benar” ujar lordhan “Dan kurasa Allan juga semakin pandai dalam bidang seni lukis dan menggambar” ucap hendra “Tapi itu bukan berarti kau bisa sesuka hatimu mengajarkan segala hal terhadap allata dan allan dan kebebasan untuk mereka hanya ada dua hal yaitu pergi kesekolah dan belajar seni di rumah” ujar lordhan santai.

Siang hari hendra yang berada di kamarnya. Ketika ia hendak memejamkan mata ia kembali teringat kembali kejadian tiga bulan lalu tentang bus sekolah yang ia kendarai terjatuh ke jurang karena atas ulahnya yang lalai. Ketika jam menunjukan pukul 12.42 pm hendra yang sedang tertidur pun terbangun karna mendenggar suara teriakan seseorang dari arah samping kamarnya yang kosong. Karena penasaran hendra pun keluar dan menuju kamar kosong tersebut dan membuka knop pintu dan tidak melihat siapa pun di ruangan tersebut ketika ia memutar balikan badannya ia terkejut dan terjatuh karena kaget melihat allata yang sedang berdiri tegak. “Ka−kau!!” Ujar hendra kaget.”Ya!! Aku allata kenapa?? Kau terkejut paman kenapa kau sengaja ingin membunuh kami yang ada di bus itu apa salah kami?” Ujar allata berjalan kearah hendra. “Aaa−apa yang kau katakana? Sudah kukatakan bukan aku yang membuat bus itu terjatuh” ujar hendra berhardik ngeri “Bagaimana kami bisa mempercayaimu paman jelas-jelas memang kau pelakunya!!” ujar allan berteriak hingga membuat allata dan hendra terkejut.”Ishh awas kau Allan.” ujar allata mengelus dadanya. “Sorry my sis!!” Sedikit tersenyum. Mereka pun kembali fokus ke hendra “Ya! Ketika itu aku sedang mengurus sedikit masalah sehingga mengharuskan aku untuk turun dan sebelum aku turun aku memarkirkan bus sekolah itu di pinggir jalan, setelah aku menjawab teleponku aku naik lagi ke bus sekolah itu dan dari belakang sebuah truk menabrak!! Bus kita,” ujar

Hendra berhenti menjelaskan kemudian melanjutkan penjelasannya kembali. “Tapi ketika dipengadilan tak ada yang ingin bersaksi bahwa bukan aku yang bersalah!” Ujar hendra mengeluarkan sedikit air mata sehingga membuat hati allata dan allan tersentuh.”Paman!! Maafkan kami karena tak mempercayai paman.” ujar allan tertunduk. “Dan untungnya ayah kalian baik kepadaku sehingga membuat pengadilan percaya kepadaku” ujar hendra menghapus air matanya.

Selepas itu, keluarga sebastian berkumpul dan allata mengajukan satu pertanyaan kepada ayah ibu dan juga adiknya.”Apakah ada yang kalian sembunyikan dariku?”ujar allata menatap mereka.”Tidak!!” Sahut lordhan beralih dari handphonenya kearah allata.

“Jadi mengapa papa tak memberi tahuku bahwa kalau hendra tidak bersalah dipengadilan! Dan ia diadili disana” sahut allata menatap lordhan sinis.

“Karena papa sibuk akan urusan pekerjaannya allata!” sahut maura pelan nan lembut. “Aku tak butuh mendengar penjelasanmu maa!” ujar allata membentak membuat allan takut dan lordhan pun menatap allata tajam. “Diam Allata! Jangan kau bentak ibumu seperti itu! Jika kau ingin tahu apa alasannya kau harus menuggu!” bentak lordhan. Allata pun mengeluarkan air mata dan langsung pergi dari ruangan keluarga sebastian.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba allata dan allan mendapat kabar dari rumah sakit bahwa sang ayah ternyata tengah berbaring dan mengidap penyakit kanker stadium empat. Allata dan allan  langsung bergegas menuju rumah sakit dan mendapati lordhan sedang koma. Di samping lordhan yang sedang berbaring terdapat maura, dan  maura memberikan sebuah surat yang diberikan kepadanya sebelum lordhan berbaring. Allata dan allan langsung gemetar untuk membaca isi surat tersebut dan bahwasannya maura adalah pengganti ibu mereka yang juga tewas akibat depresi dan bunuh diri. Dan memberikan izin untuk hendra tinggal di rumah itu karena ia bukanlah tersangka. Allan dan allata pun menatap maura dan memeluknya. “Maafkan kami maa karena kami tak tahu yang sebenarnya.” ’’it’s ok! Kitakan keluarga” balas maura mengusap air matanya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

One Reply to “Keadilan tanpa Pengadilan”

Tinggalkan Balasan ke Mutia Iskandar Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *