Aku, Kamu, Dan Hujan

Penulis : Dhalia Agustin

Kenapa kalau hujan pasti identik dengan rindu, kenangan masalalu, chat yang tak kunjung bercentang biru, dan hanya tetap berwarna abu-abu. Sampai sekarang akupun tak tau kenapa hujan selalu saja bisa menghipnotisku, sampai aku lupa jemuran bajuku hahaha. Mungkin karena situasi yang mendukung, udara yang sejuk, tetesan air hujan yang jatuh bagai kepingan kenangan yang berhamburan. Apapun alasannya aku tetap suka hujan, mataku takbisa lepas melihat butiran-butiran air yang menyentak dedaunan hingga menimbulkan suara gemercik yang indah saat beradu dengan tanah dan atap rumah.

Hujan mengajarkanku banyak hal, tentang kenangan, harapan, dan seseorang. Ketika itu aku sedang duduk diteras kelas, memperhatikan teman-teman yang asyik main hujan dan disaat itulah kau datang menghampiriku.

“hey”  sapamu santai, tangamu sigap menarik kursi lalu duduk dihadapanku, dan berkata.

“nggak kerasa masa SMP kita akan berakhir ya”  Raut wajahmu berubah jadi sendu, hitam manis yang biasa bersinar itu meredup seakan kehilangan energi.

“ya” Jawabku singkat melempar pandangan kepadamu. Kau membalas lewat senyum yang dipaksakan.

“itu artinya kamu bebas karna aku nggak mengusikmu lagi”

Jawabku sedikit tertawa…“baguslah kalo gitu, hari-hari akan kulalui dengan nyaman, tidak ada yang mengganguku lagi, tidak ada yang menggeser posisi peringkat kelas, dan tidak ada lagi dirimu”

Entahlah, perasaan yang harusnya senang malah berbanding terbalik. Justru setitik kesedihan yang merambat dihati, semakin banyak seiring lebatnya hujan diluar sana. Seketika kamu terdiam beberapa detik sembari melihat rintik-rintik hujan yang turun.

“tau ngga, kenapa aku selalu gangguin kamu?” nada bicaramu terdengar sangat serius dan tatapanmu seperti tak sabar menunggu jawabanku.

“emm, mungkin karna aku aneh?” jawabku asal.

Kepalamu menggeleng mantap lalu berkata “karena aku ingin melihat ekspresimu. Tiap hari kamu selalu memasang wajah yang ceria, aku tau kok kalau sebenarnya kamu tidak seceria itu waktu kamu lagi sendiri, jujur aku malah lebih suka kamu marah atau kesel sama ulahku, itu membuatmu lebih hidup. Asik bukan menjalani hidup tanpa topeng? Jadilah dirimu sendiri, karna orang lain tidak butuh kamu jadi yang lain, tapi lebih suka kalau kamu jadi versi terbaikmu sendiri”. Kau berkata panjang lebar dengan gaya khasmu.

Aku taktau harus senang atau marah mendengarnya. Tapi kata-kata yang terucap dari mulutmu otomatis langsung membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Ku raba dadaku, degupan itu semakin terasa kencang ‘deg deg deg’. Dapat kulihat wajahmu juga bereaksi sama.

“mungkin ini terlihat konyol. Tapi….boleh aku minta satu hal?” tanyamu sedikit kikuk

“apa itu?” kataku sedikit penasaran sambil menekan perasaan yang tak mampu dijelaskan.

Menyaksikan semburat merah diwajah pemuda adalah pemandangan langka bagiku. Begitu menenangkan sekaligus mendebarkan seperti halnya aroma hujan.

“Tolong jangan pernah lupakan aku. Dan….bisakah kau menungguku hingga waktunya tiba?” kau mengucapnya tanpa ragu.

Dan sialnya aku tak mendeteksi sinyal kebohongan dibola matamu. Tidak, tidak, ini sangat membingungkan!, tapi kenapa aku malah mengangguk? Sial! Apa yang kulakukan? Aku menarik nafas dalam-dalam, berusaha untuk rileks dan berharap semoga degup jantungku yang semakin menggila ini tak terdengar olehnya.

Kau tersenyum samar lalu melirik langit. “udah reda, ayo pulang!” ucapmu seraya mengambil tas lalu beranjak pulang.

“eh tunggu, tee-terimakasih banyak yaa!”, akhinya aku berani angkat bicara, mengabaikan debaran hebat yang ku tahan setengah mati.

Langkahmu terhenti, kau tidak berbalik, tapi aku tahu kau sedang tersenyum lebar sekarang. Tangan kananmu terangkat lalu memberi isyarat ‘Ok!’. Kemudian, suara langkahmu perlahan semakin menjauh. Aku hanya terdiam sembari meraba dada yang tetap berdegup kencang.

 

Kamu apa kabar? I hope yo’re fine disana. Sudah lama tidak berkomunikasi secara langsung, bertukar cerita, bercanda tawa, membeli makanan untuk kita makan bersama. Ah sudahlah, mungkin kalau sudah waktunya kamu pasti akan kembali lagi ke kampung halamanmu ini.

 

Hahaha lucu ya bila mengingat kejadian setahun yang lalu. Momen terakhir kita berinteraksi, setelah itu, semua berjalan di dunianya masing-masing, benar-benar lost contact. Hanya lewat sujud panjang dan hujan saja kita bisa saling menyapa.

Sudahlah yang penting aku sangat menikmati hujan hari ini. Dan tak henti-hentinya tersenyum membaca ulang pesanmu di ponselku.

Aku tunggu kamu pulang ya….!

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

11 Replies to “Aku, Kamu, Dan Hujan”

  1. Sungguh menarik sekali cerpen ini, yg mengingatkanku saat dimana suatu momen yg tak terlupakan teringat kembali sambil ketawa dan tersenyum sendiri.
    Semoga cerpen ini mendapatkan kesan yg banyak dan baik dr pembaca.

  2. Bingung njer mau komen apa🗿.intinya cerpennya bagus,menarik,dan mudah dipahami.ngga kayak dia wkwkwk.semangat terusss

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *