Kesombongan jadi Kepingan

Penulis : Dyah Wahyu Wulansari

Aku adalah wanita mandiri, bahkan terlalu mandiri, dengan seorang putri kecil. Ya, dulu aku adalah seorang single parent. Aku bahkan merasa menjadi batu karang dilautan karena teramat kokoh yang tetap tegak walaupun diterpa ombak besar. Segala masalah dan kebutuhan keluarga ku pun aku yang berusaha menutupnya. Ya… jadilah si batu karang ini sombong. Sombong dengan kekuatannya bekerja pagi, siang, malam tanpa merasa lelah. Aku lupa bahwa tenaga dan mentalku yang kuat semuanya adalah atas ijin dan ridha Allah. Saking mandirinya aku, jadilah pula aku seorang yang judes, dan tidak punya rasa takut, berani berkelahi walaupun dengan pria sekalipun, asalkan aku posisinya adalah pihak yang benar.

Hingga suatu ketika aku ini direndahkan orang karena pendidikan yang tidak tinggi. Karena aku adalah orang yang suka dengan “tantangan” maka bagai batu karang itulah aku bekerja keras untuk mengejar pendidikanku, jenjang S1 jurusan PGMI. Ya.. mati-matian aku berjuang. Tidak sekedar untuk “pembuktian” saja, aku juga berharap perjuanganku ini akan di record oleh putriku dan dicontohnya pula. Alhamdulillah atas ijin Allah aku dapat menyelesaikan kuliahku. Pada masa kuliah ini aku sudah menemukan ayah baru untuk putriku. Suamiku ini selalu sabar mendampingiku sampai detik ini, dalam sibukku bahkan sakitku yang lumayan parah. Pada saat menjelang munaqosah (sidang skripsi) aku mulai sakit. Gejala sakit sudah lama, namun di hari itu menampakkan gejala yang lebih kompleks. Atas ijin Allah aku tetap mampu melaju.

Singkat cerita, aku harus menjalani operasi kelenjar getah bening. Tidak sampai disitu, semakin hari setelah operasi bukan semakin sehat, namun semakin parah, sampai tiga bulan lebih aku “hidup” di rumah sakit. Setelah tiga bulan lebih itulah diketahui aku menderita autoimun jenis SLE. Jantungku berasa berhenti berdetak, kepalaku berasa mau lepas. Aku tidak sanggup bicara, karena saat itu juga sempat ginjalku bermasalah, dan penyakit ini menjurus ke kelumpuhan, yang meman      g saat kambuh kelumpuhan dan kesakitan itu terjadi padaku.

Barulah saat itu aku mengingat Allah. Ya… kemana saja aku selama ini? Ternyata aku sekarang lemah tak berdaya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, yang kukira selama ini aku mampu melakukan segalanya sendiri, aku tidak butuh orang lain karena selama ini orang lain yang butuh aku. Bahkan hidupku hanya bisa kusandarkan pada suamiku. Suamiku yang selama ini aku sepelekan karena saking aku merasa bisa punya uang sendiri, bisa melakukan semuanya sendiri. Kini aku luluh lantak bahkan bergerakpun sulit. Airmataku tak berhenti mengalir, saat itulah hancur berkeping-keping segala kesombonganku. Segera aku memohon ampun pada Allah, karena aku banyak dosa dan telah lalai selama ini, lupa pula bahwa aku bisa berdiri sendiri adalah karena ridha Allah. Kemudian aku minta maaf pada suami dan orangtuaku. Sampai sekarang ini sudah hampir delapan bulan aku menjadi makhluk tak berdaya, namun aku mensyukurinya. Dari sakit ini aku bisa lebih ada waktu untuk Allah, untuk keluarga, dan bersyukur masih diberi hidup. Hidupku dengan kesempatan kedua. Tak hanya sampai pada sakit saja, Allah menguji imanku dengan mengambil semua tabunganku selama ini. Inilah hidupku sekarang, hidup kedua dengam diuji sakit dan tidak punya apa-apa lagi sepeserpun. Namun entah mengapa dalam keadaan bagai butiran debu ini hatiku lebih tenang, hidupku lebih damai, dan semuanya kuserahkan pada Allah SWT.

Alhamdulillah ya Allah atas ujian yang Kau berikan, terimakasih atas nikmat yang Kau berikan. Terimakasih orangtuaku yang selalu mendoakan dan mendukungku. Terimakasih suamiku yang tidak kurang suatu apapun dalam merawatku. Terimakasih putriku yang sudah sayang sekali sama aku, selalu mendoakanku dan sabar pula atas segala keluhanku ketika kesakitan. Sekarang ini, segalanya adalah sesuatu yang indah bagiku.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

One Reply to “Kesombongan jadi Kepingan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *