Kado “MAAF”

Penulis : Tri Sasmita

Pekan ini aku libur sekolah, memang setiap liburan biasanya papa akan menjemputku untuk menginap di rumahnya. Hari itu papa memanggilku untuk mengobrol, selama papa merantau aku memang jarang ngobrol itu juga yang membuat aku tidak terlalu dekat dengannya, tapi saat ini dia seperti ingin menebus semuanya, setiap sore dia pasti mengajak ku duduk bersantai di teras depan untuk sekedar mengobrol, biasanya tak jauh – jauh dari rutinitasku.  Tapi kali itu dari suaranya seperti menegaskan ini berbeda seolah berbisik “dengarkan papa dulu ya”. Ya tepat dugaan ku papa mengenalkan orang yang sebentar lagi jadi ibu sambungku

Dadaku terasa sakit aku hanya tersenyum dan seperti biasa akan beracting pura – pura bahagia. Tidak sulit melakukannya karna aku agak terbiasa dengan ini, tak hanya denga papa aku pun akan bersikap yang sama dengan mama.

**

Tepat 8 tahun yang lalu tiga hari sebelum ulangtahunku papa keluar dari rumah setelah bertengkar hebat dengan mama. Waktu itu aku masih kecil jadi aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi.

“Happy Birthday, putri mama yang cantik”.  Ucap mamaku sembari mengecup tangan ku dan menyodorkan sebuah hadiah pita rambut pink.

“Makasih ma”. Aku membuka pembungkus transparan karena sebenarnya bukan sebuah surprise jauh-jauh hari aku sudah meminta hadiah itu pada mama, aku sangat tau untuk tidak meminta yang lebih dari  kemampuan mama saat itu.

Mama lanjut menata meja makan dan menghidang nasi goreng kesukaan ku. Sesekali mama melirik jam di dinding, kami memang sangat berperang dengan waktu saat pagi hari karena jarak sekolah ku cukup jauh dari rumah. Setelah menyiapkan piring berisi makanan mama bergegas ke kamar mengambil kunci motor.

Sebelum mengantarku ku lihat mama memasukkan kertas kecil di sebuah dompet bermotif abstrak didapat dulu saat membeli cincin ku. Kemudian buru-buru menaruhnya di dalam tas..

**

Seingatku aku  menjadi anak yang pendiam, sengaja mama masukkan aku ke sekolah IT katanya supaya aku tidak merasa sulit mempelajari agama saat dewasa, ini karena kekurangan mama dalam ilmu agama menjadikannya tak ingin aku seperti mama.

“Tadi di sekolah jadi main games pak polisinya?”. Tanya mama sambil melajukan motor arah pulang. “jadi ma”. Begitulah mama dia akan sibuk menanyakan kegiatan ku disekolah saat perjalanan pulang, namun aku hanya sekedar menjawab dengan beberapa kata. Aku agak malas terlalu banyak berbicara. Mama akan sangat sabar menghadapi tingkah ku ini mungkin karena ilmu parenting yang sering dipelajarinya dari beberapa seminar membuat mama sabar dan  tak banyak menuntut ku harus bisa banyak hal, aku hanya harus jadi anak yang bahagia.

**

Setiap hari mama berusaha jadi versi terbaik sebagai orangtua bagi ku, Aku melihatnya kesusahan  berjuang untuk membahagiakanku. Sebagai single parent mama berusaha terus ada untuk ku. Yah! Mungkin aku menjadi salah satu dari anak tidak beruntung di dunia ini yang orangtuanya gagal menghadapi ujian rumah tangga, anggap saja begitu. Namun selalu mama ajarkan untuk terus menyayangi kedua orangtuaku “Alea tidak boleh jadi anak durhaka hanya karena papa dan mama sudah tak bersama lagi”. Kalimat ini sering mama ucapkan.

**

Beberapa tahun setelah peristiwa itu, tak terasa aku memasuki usia 17 tahun sama seperti ulang tahunku yang terdahulu mama selalu bertanya kado yang kuinginkan, kali ini mama memberi laptop karena punya  sudah rusak jadi aku sering sekali ijin ke warnet untuk mengerjakan tugas. Kali ini mama tak hanya menyerahkan hadiah tapi juga dompet abstrak yang selalu aku lihat  diisi selembar kertas di setiap ulang tahunku. “Di dompet ini ada beberapa lembar kertas yang mama tulis saat Alea ulangtahun, sekarang usia Alea sudah 17 tahun jadi Alea sudah boleh membaca semua lembaran kertas ini nak”. Katanya sedikit menjelaskan. Aku mengangguk dan membawanya ke kamar.

**

Terdapat 8 lembar kartu ucapan berpita pink warna kesukaanku, di setiap pitanya terdapat angka, sepertinya mama mengurutkan dari nomor terendah. Aku mulai dari angka satu.

Alea, maafkan kami nak. Jadilah gadis cantik dan bahagia. Mama aka ada untuk Alea.

Aku tersenyum membacanya, Kemudian membuka lembaran berikutnya.

Alea sayang mama minta maaf ya nak. Jadilah pintar dan santun. Mama mencintai kamu nak.

Aku membalas ucapan cinta mama, ku katakana dalam hati ku bahwa aku juga mencintainya.

Begitu seterusnya aku membuka lembar demi lembar isinya selalu diawali dengan permintaan maaf. Sampailah aku ke surat yang ke delapan. Sepertinya ditulis agak berbeda dari sebelum – sebelumnya kali ini agak lebih panjang namun kalimat awalnya masih sama.

Maafin mama nak, waktu itu mama juga sudah berusaha untuk tidak berpisah dari papa mu, tapi mama gak sanggup menahan sesaknya di dada orang yang paling mama sayangi justru orang yang menghianati mama. Kalau waktu bisa diputar mungkin mama akan terus bertahan demi Alea.

Ketahuilah nak, mama akan lakukan apa pun untuk menebus kesalahan mama sama Alea, Jadilah bahagia nak, jika kamu marah dengan peristiwa 8 tahun yang lalu sampaikan pada mama harus apa sebagai ibumu agar kamu ceria lagi.

Alea belahan jiwa mama, mama tau kamu hancur, sehancur karang dilautan yang habis diterpa gelombang. Mama sering melihatmu menangis di malam hari trauma akan masa lalu kita membuatmu ragu untuk melangkah ke masa depan. Mama bukan sosok asing yang bisa kamu bohongi dengan senyum mu dipagi hari seolah kau baik – baik saja.

genggam erat tangan mama nak jangan khawatirkan masa depan yang belum terjadi. Maafin mama, mama sayang Alea.

Aku menangis sejadi – jadinya membaca surat mama. Merasa lega sekaligus sedih bahwa aku sudah sangat melukai hatinya, orang yang berjuang luar biasa demi kebahagiaan ku. Tak sengaja perlakuan ku ke mama justru membuatnya merasa terbebani selama 8 tahun ini. Aku menyalahkan takdir ku menghukum mama dengan rasa bersalahnya.

Ku tutup surat mama dan segera menemuinya. Ku lihat dia menangis di kamarnya. Ku peluk mama dan menangis. “Maafin Alea ma, bukan salah mama kalau sekarang papa ninggalin mama, Alea sayang mama”. Mama membalas pelukan ku sambil menangis.

Sejak saat itu aku tau kenapa papa meninggalkan kami, aku tak lagi membenci orangtuaku aku berusaha jadi Alea yang ceria, seperti harapan mama. Sejak berpisah tak pernah sedikitpun mama menceritakan keburukan papa, itu yang membuatku merasa semua karena kesalahan mama makanya papa meninggalkan kami tanpa tau bahwa justru mama yang hatinya paling terluka. Terimaksih Tuhan kau titipkan aku di tangan ibu seperti mama yang sangat mencintaiku.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

11 Replies to “Kado “MAAF””

  1. MashaAllah Walhamdulillah TabarakaAllah,, keren,. Bagus ,, menyentuh…
    Terus berkarya Tri sasmita… Bismillahirrahmanirrahim..

  2. Ceritanya bagus, cuma judulnya apa ya?
    Beberapa penulisan seperti ‘ tapi sebaiknya menjadi tetapi’, dan penulisan akhiran -ku yang harusnya disambung menjadi ‘kebahagianku’
    Untuk ide cerita bagus, good job untuk Tri Sasmita

  3. Ceritanya sangat ringan dan mudah difahami sangat relate dengan kehidupan. Semoga banyak lagi cerita2 yg lainnya yg akan dihasilkan buat dihadirkan untuk pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *